JAKARTA – Dengan komitmen kuat terhadap pembangunan berkelanjutan, Pemerintah Indonesia dengan bangga mengumumkan rencana kemajuan penggunaan Teknologi Pengumpulan dan Penyimpanan (CCS).
Indonesia, dengan kapasitas menyimpan CO2 sebesar 400 hingga 600 gigaton dalam sedimen dan air asin, berada di garda depan era bisnis ramah lingkungan. Kapasitas ini memungkinkan negara tersebut menyimpan CO2 selama 322 hingga 482 tahun, dengan maksimum setara CO2 sebesar 1,2 gigaton pada tahun 2030.
Sebagai pionir di ASEAN dalam penerapan legislasi CCS, dan yang pertama di Asia menurut Global CCS Institute, Indonesia telah membangun kerangka hukum yang kuat. Aturan tersebut antara lain UU Menteri ESDM 2/2023 tentang CCS industri migas, Peraturan Presiden 98/2021 tentang ekonomi karbon, dan UU OJK 14/2023 tentang perdagangan karbon oleh IDXCarbon. Sebuah Rencana Induk juga sedang disusun untuk lebih memperkuat praktik CCS.
Dalam upaya mencapai Emisi Karbon Bersih pada tahun 2060, Indonesia bermaksud mengembangkan teknologi CCS dan membangun fasilitas CCS. Rencana ini tidak hanya mencakup CO2 di dalam negeri tetapi juga menjajaki kerja sama internasional. Hal ini menandai era baru bagi Indonesia, di mana CCS dianggap sebagai ‘kebijakan investasi’ untuk industri rendah karbon seperti amonia biru, hidrogen biru, dan petrokimia.
Proses ini akan bermanfaat bagi perekonomian Indonesia, dengan membuka peluang bisnis baru dan menciptakan pasar global untuk produk rendah karbon.
CCS membutuhkan investasi besar. MOU baru-baru ini antara pemerintah Indonesia dan ExxonMobil mencakup investasi sebesar 15 miliar USD pada perusahaan-perusahaan yang nol emisi CO2. Sebagai perbandingan, proyek CCS Quest di Kanada membutuhkan 1,35 miliar USD untuk energi 1,2 juta ton CO2 per tahun. Data ini menegaskan pentingnya penyimpanan CO2 global dalam memfasilitasi investasi awal proyek CCS.
Dengan negara tetangga seperti Malaysia, Timor Leste, dan Australia yang juga bersaing menjadi pusat CCS regional, penting bagi Indonesia untuk memanfaatkan peluang ini sebagai lokasi yang strategis dan geopolitik.
Acara ini diharapkan tidak hanya membantu Indonesia mencapai tujuan lingkungan hidup dunia, namun mendorong pembangunan ekonomi dan inovasi.