Reporter INFOKUTIM.COM.com Namira Yunia Lestanti melaporkan
INFOKUTIM.COM.
“Israel meningkatkan jumlah pekerja konstruksi asing menjadi 70.000 dari 50.000 pekerja awal yang disetujui pemerintah dalam beberapa hari mendatang,” jelas Yehuda Morgenstern, direktur jenderal Kementerian Konstruksi dan Perumahan Israel.
Ribuan pekerja asing direkrut setelah pemerintah Israel melarang 80.000 pekerja konstruksi Palestina memasuki Israel menyusul serangan Hamas ke Israel, menurut pernyataan yang dikutip di Al-Alaria.
Larangan tersebut awalnya diberlakukan sebagai hukuman atas tindakan Hamas, namun perkembangan tersebut telah mengganggu penutupan wilayah perkotaan di tengah banyak pangkalan yang hancur akibat serangan perang.
“Ada kekurangan tenaga kerja. “Akibatnya, laju konstruksi per bangunan di Israel meningkat dari 30 bulan pada tahun 2021 menjadi 27 bulan pada tahun 2014 menjadi 34 bulan,” kata Morgenstern.
Hal ini mendorong pemerintah Israel untuk mempekerjakan tenaga kerja asing. Sayangnya, penanggalan ini dilakukan tanpa perjanjian bilateral dengan negara asal, sehingga merupakan tindakan ilegal.
Pemerintah Israel belum mengomentari perekrutan ilegal tersebut, namun menurut laporan, perekrutan ilegal tersebut dilakukan Israel untuk mengurangi pengeluaran negara di tengah kisruh perang.
Mengingat utang Israel membengkak hingga hampir $8 miliar selama dua bulan terakhir akibat gejolak ekonomi Tel Aviv dan meningkatnya biaya perang di Gaza.
Tak hanya itu, serangan militer Israel juga memicu boikot dari banyak negara sehingga membuat sektor bisnis Israel terhenti.
Manajer umum pelabuhan Eilat mengatakan pendapatan pelabuhan tersebut turun 80 persen setelah biaya pengiriman dan ekspor meningkat akibat larangan Yaman terhadap kapal-kapal yang menuju Israel.
Tekanan ini merugikan Israel sebesar 11,5 miliar shekel, atau sekitar $3 miliar, karena terganggunya rute Laut Merah dan Laut Arab.
“Houthi Yaman mengancam semua kapal yang menuju Israel, tidak peduli siapa mereka, sehingga mereka harus mengubah jalur laut. Hal ini akan berdampak pada harga produk impor sekitar tiga persen yang akan naik. Beban ekonomi bagi Israel,” katanya.