Mahasiswa UGM Eksplorasi Potensi Mahkota Nanas untuk Obat Kanker Kolon

oleh -146 Dilihat
oleh

INFOKUTIM.COM Lima mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Jakarta sedang meneliti nanas sebagai pengobatan kanker usus besar.

Kanker usus besar atau kanker kolorektal merupakan kanker yang menyerang usus besar dan rektum. Kanker ini mempunyai angka kejadian tertinggi keempat di antara semua jenis kanker di dunia.

Kanker usus besar merupakan salah satu kanker terbanyak kedua yang terjadi pada pria di Indonesia, dengan 30.017 kasus baru pada tahun 2018, menurut data Global Cancer Statistics (Globokan). Saat ini pengobatan kanker usus besar masih mengandalkan keberhasilan pembedahan, terapi radiasi, dan kemoterapi. .

Melihat situasi tersebut, lima mahasiswa UGM dari Departemen Biologi memutuskan untuk menyelidiki efek anti kanker dari nanas. Kelima santri tersebut adalah Atika Nurunisa, Anisa Devi Rahayu Latif Al Umami Irma Tazkia Dowi Ardinshah Mustafa.

Lima orang tergabung dalam Tim Program Kreativitas Mahasiswa Riset Kanan (PKM-RE).

Anisa menjelaskan, nanas merupakan salah satu buah yang banyak ditemukan di Indonesia, umbi, kulit, dan mahkotanya memiliki khasiat anti kanker jika dikonsumsi.

“Negara kita merupakan produsen nanas terbesar keempat di dunia. Umbi, kulit, dan mahkota nanas menyumbang 50 persen dari total berat buah nanas,” kata Anisa seperti dikutip dari laman resmi UGM. Senin (1 Januari 2023). ).

Anisa menambahkan, umbi, kulit, dan mahkota nanas mengandung senyawa yang dapat digunakan sebagai agen anti kanker.

“Komponen tersebut mengandung senyawa fenolik, terpenoid, dan enzim bromelain yang dapat berperan sebagai agen anti kanker,” jelas Anisa.

Dipimpin oleh Asisten Dosen Wolo Anindito Sri Tunjung, MSc, MSc, PhD, tim PKM-RE melakukan ekstraksi umbi, kulit dan mahkota nanas untuk tujuan anti kanker. Ekstraksi dilakukan melalui proses fermentasi yang memecah senyawa kompleks menjadi senyawa turunan.

Untuk mempercepat proses fermentasi, Anisa dan rekannya menggunakan jamur Rhizopus oryzae sebagai starter fermentasi untuk meningkatkan nilai dan kandungan senyawa anti kanker.

“Kami telah menunjukkan bahwa proses fermentasi yang berhasil menghasilkan senyawa turunan anti kanker yang lebih spesifik,” ujarnya.

Ini bukan pertama kalinya penelitian nanas digunakan di universitas. Pada tahun 2013, Dr. Debbie Dalia, dosen Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia, juga berbicara tentang manfaat nanas.

Penelitian terkait penggunaan enzim nanas untuk membantu penyembuhan luka diabetes pada keperawatan. Debbie mengatakan penelitiannya terkait dengan banyak bidang keilmuan, termasuk kedokteran dan farmasi.

Diabetes adalah penyakit yang disebabkan oleh tingginya kadar gula darah. Diabetes didiagnosis jika kadar gula darah 200 mg/dl atau lebih.

Peningkatan kadar gula darah dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan komplikasi seperti cedera kaki. Pasalnya, kaki merupakan bagian tubuh yang umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Penderita diabetes mengalami kerusakan pada sistem saraf tepinya, sehingga tidak mampu merasakan sakit saat kakinya memar atau tertekan. Selain itu, kerusakan otot juga dapat menyebabkan perubahan bentuk kaki.

Penderita diabetes juga lebih sedikit berkeringat, yang bisa menyebabkan kulit kering dan pecah-pecah.

Enzim nanas memiliki manfaat memiliki sifat antiinflamasi yang penting bagi penderita diabetes yang mengalami masalah pada fase inflamasi pada proses penyembuhan luka.

Dalam penelitiannya, Debbie melakukan percobaan pada tikus yang diinduksi menjadi penderita diabetes. Tikus normal dijadikan diabetes dengan suntikan streptozotocin (STZ). Satu minggu setelah penyuntikan, dilakukan pengobatan dengan enzim nanas.

Penelitian ini membuktikan bahwa enzim nanas mampu menyembuhkan luka diabetes secara tuntas dalam waktu 12 hari.

“Di Indonesia, angka amputasi akibat luka diabetes masih tinggi. Jika sudah terdiagnosis diabetes, sebaiknya jaga kadar gula darah lokal dengan pola makan rendah karbohidrat, rendah gula, dan olahraga,” kata Debbie. Situs Web UI

Debbie juga menyarankan agar penderita diabetes menghindari cedera.

”Setelah luka terbentuk, maka mudah terjadi infeksi, dan bakteri dengan mudah menyerang luka dan berkembang biak,” jelasnya.

Temuan Debbie mewakili kontribusi baru terhadap ilmu penyembuhan luka diabetes.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *