INFOKUTIM.COM, MALANG – Pusat Pengkajian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Brawijaya menilai persoalan penerapan pajak hiburan dari 40% menjadi 75% harus diselesaikan dengan bijak.
Peneliti Senior PPKE FEBRUARI Joko Budi Santoso dari Universitas Malang Jawa Timur, Rabu (17/1/2024), mengatakan perlu diskusi matang antara pemerintah dan pemilik mengenai penetapan tarif pajak. mereka tidak merusak lingkungan bisnis. Tentu saja permasalahan ini harus diselesaikan dengan bijak, kata Joko Budi. Konsultasi bersama harus dilakukan antara otoritas regional dan dunia usaha untuk menetapkan tarif pajak yang tidak merugikan lingkungan bisnis yang menguntungkan.”
Joko Budi menjelaskan, penetapan pajak hiburan dari 40% menjadi 75% sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKDP) di satu sisi justru akan meningkatkan pendapatan utama negara. kawasan utama (PAD).
Namun, lanjutnya, pemberlakuan pajak ini memiliki dampak yang lebih besar lagi, yakni bisa mematikan sektor usaha terkait. Tarif pajak mulai 40% hingga 75% akan berlaku untuk spa, diskotik, klub malam, karaoke, dan bar hiburan.
“Misalnya Kota Malang sebagai daerah tujuan wisata tidak lepas dari dunia hiburan sebagai daya tarik lainnya,” ujarnya.
Ia menambahkan, dalam menentukan tarif pajak perhotelan, pemerintah daerah harus memperhatikan kondisi perekonomian seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, daya beli masyarakat, termasuk kemampuan badan usaha.
“Oleh karena itu, komunikasi, koordinasi, dan partisipasi dalam pengambilan kebijakan akan menjadi kunci kelancaran implementasi penetapan tarif,” ujarnya.
Kementerian Keuangan berencana menggelar pertemuan dengan dunia usaha guna membahas rangkaian Pajak Barang dan Jasa (PBJT) Pajak Seni dan Hiburan atau Pajak Hiburan bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 mengatur bahwa spa dan karaoke merupakan pajak hiburan yang dikenakan batas bawah sebesar 40% dan batas atas sebesar 75%, serupa dengan pajak diskotik, klub malam, dan bar.
Tarif pajak memperhitungkan bahwa jenis hiburan ini hanya tersedia untuk kelompok masyarakat tertentu, sehingga pemerintah menetapkan batas yang lebih rendah untuk mencegah persaingan dengan menetapkan tarif pajak yang rendah untuk meningkatkan pendapatan usaha.
Penetapan tarif pajak mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, termasuk diskusi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kementerian Keuangan akan membiarkan pintu terbuka jika ada peraturan yang belum disetujui atau memerlukan peninjauan kembali.