INFOKUTIM.COM, Jakarta – Tren penggunaan kecerdasan buatan (AI) generatif diperkirakan akan semakin populer pada tahun 2024. Di sisi lain, terdapat ancaman penyalahgunaan teknologi tersebut.
Menurut perusahaan keamanan siber Kaspersky, penggunaan AI generatif secara luas juga dapat digunakan untuk tujuan jahat.
Pasalnya, kini hampir semua orang bisa membuat teks, foto, dan video palsu dalam hitungan menit, sebuah tugas yang sebelumnya membutuhkan banyak waktu dan keterampilan.
Menurut Kaspersky, melalui keterangan resminya yang dikutip Senin (8/1/2024), hal tersebut berdampak nyata pada bidang keamanan siber.
Yang pertama adalah betapa mudahnya penjahat dunia maya menciptakan umpan penipuan. AI telah mempermudah pembuatan email phishing, postingan media sosial, dan situs web palsu.
Kaspersky mengatakan, selama ini penipuan tersebut bisa dikenali dari bahasa yang ceroboh dan banyak kesalahan, karena penipu tidak punya waktu untuk menulis dan memperbaikinya dengan baik.
“Tetapi sekarang, dengan WormGPT dan model bahasa lain yang dioptimalkan untuk peretas, penyerang dapat menciptakan umpan yang lebih meyakinkan dan bervariasi pada skala industri,” kata mereka. Tips Menghindari Penipuan AI
Untuk melindungi diri Anda dari penyalahgunaan AI untuk penipuan jenis ini, berikut beberapa hal yang harus dilakukan pengguna Internet: Bersikap kritis terhadap konten menarik secara emosional yang mereka temukan di media sosial, terutama dari orang yang tidak Anda kenal secara pribadi. . Biasakan selalu untuk memverifikasi informasi di saluran berita terkemuka dan situs pakar. Jangan mentransfer dana ke penggalangan dana atau kampanye amal apa pun tanpa melakukan pemeriksaan latar belakang menyeluruh terhadap penerimanya. Membuat cerita dan gambar yang memilukan kini sangat mudah. Instal perlindungan phishing dan penipuan di semua perangkat Anda, dan aktifkan semua opsi yang memeriksa tautan, situs web, email, dan lampiran. Hal ini akan mengurangi risiko mengklik link phishing atau mengunjungi situs palsu. Aktifkan perlindungan iklan spanduk. Iklan yang buruk adalah tren lainnya pada tahun 2023 hingga 2024. Beberapa ahli mengantisipasi munculnya sistem analisis dan pelabelan konten yang diproduksi oleh AI pada tahun 2024. Namun, jangan berharap sistem ini dapat diterapkan dengan cepat atau universal, atau sepenuhnya dapat diandalkan. Kalaupun solusi seperti itu muncul, selalu periksa semua informasi dari sumber terpercaya.
Risiko lain dari teknologi AI adalah penyalahgunaan deepfake. Teknologi ini juga telah digunakan dalam skema penipuan.
Seseorang yang mengaku sebagai “majikan”, “anggota keluarga”, “rekan kerja”, atau orang lain yang Anda kenal mungkin akan menghubungi Anda untuk meminta bantuan segera, atau untuk membantu orang lain yang segera menghubungi Anda.
Skema ini terutama bertujuan untuk mengelabui korban agar secara sukarela mengirimkan uang kepada penjahat. Skenario yang lebih kompleks juga mungkin terjadi – misalnya, menargetkan karyawan perusahaan untuk mendapatkan kata sandi guna mengakses jaringan perusahaan. Tips Menghindari Penipuan dan Deepfake
Untuk menghindari menjadi korban penipuan deepfake, berikut yang harus Anda lakukan: Verifikasi panggilan tak terduga atau mengkhawatirkan tanpa panik. Jika seseorang yang Anda kenal menelepon, ajukan pertanyaan yang hanya bisa dijawab oleh orang tersebut. Jika seorang kolega menelepon tetapi permintaannya tampak tidak biasa, misalnya, meminta Anda mengirim pesan teks atau mengeja kata sandi, mengirim pembayaran, atau melakukan hal lain yang tidak biasa, hubungi kolega atau atasan lain untuk memeriksa semuanya. Gunakan aplikasi ID penelepon untuk memblokir panggilan spam dan penipuan. Beberapa aplikasi ini tidak hanya berfungsi dengan panggilan telepon biasa, tetapi juga dengan panggilan melalui messenger seperti WhatsApp.
Sebelumnya, Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria mengungkapkan, pemerintah kini telah menyusun Peraturan Presiden (Perpres) yang akan mengatur penggunaan kecerdasan buatan (AI).
“Sekarang sedang dipersiapkan menjadi Perpres untuk memberikan implementasi yang lebih kuat dan komprehensif,” kata Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Rabu (27/12/2023).
Menurut Nezar, upaya ini merupakan bagian dari perbaikan ekosistem AI nasional.
“Kami berharap dapat menerbitkan peraturan AI yang mengikat secara hukum dalam waktu dekat, yang tidak hanya akan memitigasi risiko AI, tetapi juga mendukung ekosistem AI lokal kami,” ujarnya, seperti dikutip dalam siaran pers.
Rencana penerapan aturan lebih ketat terhadap penggunaan AI muncul setelah Kementerian Komunikasi dan Informatika meluncurkan Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Buatan, pada 19 Desember 2023.
Surat edaran ini tidak mengikat secara hukum, melainkan sebagai pedoman, agar pengembangan dan penggunaan AI tetap tunduk pada ketentuan yang berlaku, seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP).
Sekadar informasi, dalam waktu dekat kami juga akan mulai mengambil langkah-langkah untuk menyiapkan regulasi AI yang mengikat secara hukum, kata Menkominfo dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (22/12/2023).
“Melalui peraturan ini, kami berharap dapat memberikan kepastian hukum dalam penggunaan dan pengembangan AI, serta mendukung pengembangan ekosistem AI nasional,” tambahnya.