Dilansir reporter INFOKUTIM.COM.com, Willem Jonata
INFOKUTIM.COM.COM – Dari 1,3 juta orang yang mengidap HIV pada tahun 2022, 630.000 di antaranya akan meninggal karena AIDS.
Meskipun angka tersebut masih tinggi, angka tersebut telah turun sebesar 38 persen sejak tahun 2010 dan 59 persen sejak angka tertingginya pada tahun 1995.
Untuk mencegah tumbuhnya sel HIV pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA), perlu diberikan terapi antiretroviral (ARV) sesegera mungkin.
Faktanya, jika melihat krisis global, 1 dari 4 orang yang hidup dengan HIV tidak memiliki akses terhadap ARV, yang menunjukkan peningkatan dari tahun 2015, sementara 1 dari 2 orang dengan HIV memiliki peluang.
Direktur UNAIDS Indonesia Tina Boonto mengatakan di Jakarta, Selasa (28/11/2023) “Namun, di Indonesia kesenjangannya sangat besar dan dua dari tiga orang yang mengidap HIV tidak memiliki akses terhadap ARV.”
Data UNAIDS menunjukkan adanya kesenjangan finansial dalam program HIV/AIDS di negara-negara terkemuka di kawasan Asia-Pasifik.
Di Indonesia, hanya 7% dari total program HIV pada tahun 2020 yang akan dialokasikan untuk program dasar.
Sulitnya mengakhiri epidemi AIDS tidak lepas dari anggapan bahwa masyarakat adalah masalah yang harus diatasi, bukan pemimpin program.
Namun komunitas dan masyarakat mempunyai peran penting, mulai dari kampanye, pengobatan HIV hingga pemenuhan hak-hak dasar.
Oleh karena itu, UNAIDS baru saja merilis laporan Hari AIDS Sedunia yang sesuai dengan tema tahun ini, “Biarkan Masyarakat Memimpin.”
Selama lebih dari 40 tahun upaya penanggulangan HIV, peran masyarakat sangatlah penting. Laporan tersebut menunjukkan bahwa ancaman HIV dapat berakhir pada tahun 2030 jika negara tersebut menerima dukungan yang memadai.
“Dalam siaran pers ini saya akan menyoroti banyak hal positif yang terjadi dalam program HIV berkat keterlibatan masyarakat,” kata Tina.
“Selama lebih dari 40 tahun, masyarakat telah berhasil melakukan perubahan dalam menanggapi HIV, misalnya dengan memastikan tersedianya obat-obatan yang dapat menyelamatkan jiwa,” katanya.
Melalui komunitas dan gerakan sosial, perjuangan melawan stigma terhadap pengidap HIV bisa menjadi hal yang sangat besar. Padahal, pemerintah berani memastikan hak-hak mereka terlindungi.
Tahun ini menandai pertama kalinya Komnas HAM meluncurkan sistem akuntabilitas hak asasi manusia atas diskriminasi terkait HIV dengan dukungan masyarakat.
“Siapa pun yang mengalami diskriminasi HIV kini dapat mengajukan pengaduan dan pengaduan ke Komnas HAM untuk mendapatkan keadilan dan upaya memulihkan hak-haknya,” jelas Tina.
“Selain itu, untuk mengakomodasi ODHA dan populasi kunci yang masih kesulitan mengakses layanan yang mereka butuhkan, kami telah bekerja sama dengan 95 penyedia layanan dari berbagai daerah. Memberikan layanan keamanan dan kenyamanan bagi ODHA dan lansia,” tambah Tina. .
Untuk mengakhiri epidemi HIV global, masyarakat harus diberi kesempatan untuk memimpin setiap rencana dan program untuk mengakhiri HIV/AIDS.
“Peran kepemimpinan komunitas adalah inti dari semua strategi dan program HIV karena “tidak ada apa-apa jika kita tidak memiliki kita,” kata Tina.
Menurutnya, bekerja untuk masyarakat sebagai pemimpin program untuk mengakhiri penyebaran AIDS bukan hanya sebuah masalah, namun merupakan hal praktis untuk mencapai kerja sama.
“Tidaklah penting untuk menerapkan undang-undang dan peraturan yang mendukung peluang bagi masyarakat untuk bekerja dan melindungi hak asasi manusia, termasuk semua pemimpin dan orang yang hidup dengan HIV,” katanya.
UNAIDS, di sisi lain, menekankan pentingnya Profilaksis Pra-Pajanan, atau PrEP, untuk melindungi terhadap penularan HIV dengan meminum pil sekali sehari.
Hasil penggunaan PrEP telah terbukti efektif dan menggembirakan.
Saat ini jumlah pengguna PrEP sudah mencapai 8.000 orang, dan tahun depan PrEP bahkan akan tersedia di 95 kabupaten di Indonesia.
“Masyarakat berperan penting dalam mendukung dan mempromosikan program PrEP secara luas. Hal ini terlihat dari bulan Januari hingga Oktober 2023, dengan adanya PrEP champions, mereka berhasil mengundang 1.277 orang. Masyarakat mendapatkan PrEP dan dirujuk ke rujukan statis, Mobile Rujukan PrEP, review JKT, M Dare Referral dan Ask Marlo, ”ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Imran Pambudi mengatakan, pada tahun 2023 kementeriannya mencatat 515.455 ODHA.
Jumlah ini dapat bertambah jika studi kasus dilakukan secara hati-hati dan bersama-sama.
“Kerja komunitas sangat penting terutama untuk mendukung investigasi kasus dan para pemimpin, sahabat HIV/AIDS dan sahabat komunitas juga akan hadir,” kata Imaran.
Kementerian Kesehatan berkomitmen mengakhiri epidemi HIV dengan target tiga nihil kasus pada tahun 2030 untuk menghentikan penyebaran HIV/AIDS baru, nol infeksi HIV baru (zero new epidemis) dan menyasar orang yang terinfeksi.95% pengidap AIDS mengetahui tentang mereka. Situasi mereka. Dan Zero kematian terkait AIDS (zero death), yang menyasar 95% orang dengan HIV (ODHIV) yang menerima terapi antiretroviral (ARV).
Kemudian Zero Discrimination, yaitu Odha yang menerima ARV dikurangi (jumlah virus dalam tubuhnya sedikit).
Imran menjelaskan, sejauh ini masih terdapat kesenjangan yang cukup besar, mulai dari tes HIV hingga pasien yang mendapat pengobatan.
“Ini penting untuk secepatnya terjalin kerja sama antara petugas kesehatan dan masyarakat agar mereka bisa datang ke puskesmas agar bisa segera mendapat obat ARV atau ARV,” tegasnya.