INFOKUTIM.COM, Jakarta – Santri berinisial BB menjadi korban kekerasan di pesantren di Kediri, Jawa Timur. Akibat kekerasan yang dialami, bocah berusia 14 tahun tersebut dinyatakan meninggal dunia dengan luka memar di sekujur tubuhnya.
Kasus tersebut viral di media sosial dan menuai kritik dari netizen. Sementara itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) sangat menyayangkan dan mengecam kasus kekerasan di pesantren.
Nahar, Wakil Menteri Perlindungan Anak PPPA, menegaskan pihaknya akan terus mengawasi dan memantau proses hukum para tersangka serta memberikan dukungan kepada keluarga anak korban.
“Kami di Kementerian PPPA menyampaikan duka cita yang sedalam-dalamnya atas meninggalnya anak korban BB (14) akibat kekerasan fisik atau penganiayaan yang dialaminya selama bersekolah di Pondok Pesantren PPTQ Al Hanifiyyah Kediri,” kata Nahar dalam keterangan resmi. , dikutip Jumat (1/3/2024).
“Kami juga sangat prihatin jika kekerasan terus terjadi di pesantren, bahkan sampai memakan korban jiwa. “Ini menjadi ketakutan yang besar bagi lembaga/lembaga keagamaan yang berbentuk pesantren untuk memberikan perlindungan lebih kepada santrinya,” imbuhnya.
Ia berharap semakin banyak anak yang tidak menjadi korban kekerasan yang terjadi di satuan pendidikan, khususnya di pesantren.
Nahar pun membeberkan kronologi kejadian dari sudut pandang keluarga. Informasi tersebut diperoleh dari Tim Pengabdian Sahabat Wanita dan Anak (SAPA) 129.
Pada 23 Februari, keluarga korban mendapat kabar dari pihak ponpes mengenai meninggalnya BB. Alih-alih melakukan kekerasan, pihak pesantren menyebut kematian pasien tersebut akibat sakit perut dan terjatuh di kamar mandi.
Pihak pesantren mengatakan, korban sempat dilarikan ke rumah sakit namun tidak dapat ditolong.
Saat keluarga korban menerima jenazah, ditemukan kejanggalan. Darah menetes dari peti mati.
Sejak saat itu, kecurigaan pihak keluarga semakin meningkat dan mereka meminta untuk melepas kafan anak korban. Kondisi tubuh anak korban sangat memprihatinkan, terlihat beberapa luka jelas di sekujur tubuhnya.
Kondisi tubuh korban penuh lebam, luka sobek, bekas luka bakar rokok di kaki, luka terbuka di dada, bahkan luka perban di leher.
Dugaan penganiayaan yang dialami anak korban diperkuat dengan bukti beberapa luka yang terlihat jelas di sekujur tubuh. Saat ini kami telah mendapat informasi nama 4 (empat) orang tersangka, antara lain MN (18), MA (18), AF (16), dan AK (17), dan mereka telah ditahan. “Kami akan memantau kasus ini hingga anak korban mendapatkan keadilan yang layak,” kata Nahar.
Lebih lanjut, Nahar mengatakan, Kementerian PPPA telah berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Kediri.
Koordinasi juga dilakukan dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Banyuwangi.
Koordinasi dilakukan terhadap upaya dukungan tambahan, baik dukungan hukum maupun psikologis. Pada tanggal 26 Februari, Tim Pendukung Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Banyuwangi berkoordinasi dengan Polresta Banyuwangi dan memberitahukan kepada keluarga korban untuk melakukan autopsi terhadap anak korban dan pada tanggal 27 Februari.
Bupati Banyuwangi beserta pejabat dan instansi terkait lainnya turun langsung untuk melakukan sosialisasi kepada keluarga anak korban.
Berdasarkan informasi dari ibu anak korban, anak korban menghubungi melalui WhatsApp dan meminta dijemput. Namun ibu anak korban tidak menyetujui permintaan tersebut karena anak korban sebentar lagi akan Imtihan (libur Ramadhan) dan anak korban pun menyetujuinya.
Namun saat itu ibu korban sudah merasakan firasat buruk dan akhirnya ibu korban memesan tumpangan untuk menjemputnya. Namun keesokan harinya, korban menelepon dan memberitahu ibunya bahwa tidak perlu dijemput karena dia baik-baik saja, jelas Nahar.