Waktu Libur Berbeda Bikin Santri Sulit Kumpul Keluarga, PBNU Dorong Sinkronisasi Vakansi

oleh -115 Dilihat
oleh

INFOKUTIM.COM, Batavia – Santri yang bersekolah di pesantren seringkali tidak bisa berkumpul bersama keluarga dan teman di hari libur.

Sebab, hari libur pesantren biasanya berbeda dengan hari libur nasional. Terkait hal tersebut, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof. Mohammad Mukri menghimbau kepada pesantren dan pesantren untuk menyelaraskan kebijakan administrasi kesiswaan. Ini mencakup waktu belajar harian dan waktu liburan bagi siswa dan guru. 

Sebab sebenarnya masih ada ruang pada jadwal libur pesantren dan pesantren. Hal ini dapat mempengaruhi psikologi siswa dan guru.

Di sisi lain, masih terdapat pengurus pesantren yang masih menggunakan kalender Hijriah untuk menentukan waktu libur, khususnya di bulan Maulud. Sebaliknya, sekolah negeri menggunakan sistem liburan yang biasanya dikumpulkan pada pertengahan dan akhir tahun ajaran.

“Kondisi ini (perbedaan jadwal libur) memerlukan komunikasi dari pihak-pihak terdekat termasuk orang tua siswa atau siswa. Jika tidak sinkron maka dapat mempengaruhi keseimbangan dan keselarasan proses belajar mengajar,” kata Profesor Mukri pada Selasa 26 Desember 2023 mengutip NU Online.

Ia menambahkan, pihak sekolah dan pesantren hendaknya memahami kondisi yang ada di antara mereka sendiri dan mengambil keputusan yang bijak selama musim liburan.

Karena adanya hubungan simbiosis mutualisme yang terjalin di antara keduanya, maka penting agar pekerjaan eksekutif tidak membuat santri dan santri kehilangan waktu liburannya.

Rektor Universitas Blitar mengatakan, musim liburan tidak hanya menjadi kesempatan bagi santri dan mahasiswa untuk menyegarkan kembali kesehatan mentalnya. Tapi juga saat berkumpul bersama keluarga. 

“Liburan merupakan waktu yang paling penting untuk merayakan momen kebersamaan, apalagi bersama keluarga. Saatnya bersantai, mempererat silaturahmi dan mengisi kegembiraan bersama,” kata Mukri.

“Sinkronisasi masa libur antara pesantren dan pesantren akan menjadikan lingkungan pendidikan lebih berkeadilan. Kita berharap dialog yang konstruktif dapat memberikan manfaat bagi semua pihak untuk mencapai kesepakatan,” harapnya.

Mukri menambahkan, sinkronisasi musim libur juga akan mendukung pertumbuhan karakter dan nilai-nilai keagamaan siswa.

“Dengan libur yang tersinkronisasi, kita dapat memberikan ruang kepada mahasiswa untuk menerapkan kehidupan sosial yang lebih tinggi dan religius di lingkungannya,” imbuhnya.

Dengan kata lain liburan mempunyai kesempatan untuk bersantai, mengembangkan dan membentuk karakter, keseimbangan psikologis dan keterampilan sosial siswa.

“Melalui interaksi dengan keluarga dan masyarakat setempat, siswa dapat mengembangkan keterampilan sosialnya. Mereka belajar berkomunikasi, bekerja sama, dan beradaptasi dengan lingkungan sosial yang lebih luas,” jelasnya.

Festival Mukri juga menyediakan waktu untuk refleksi diri.

Selama liburan, siswa dapat meluangkan waktu untuk mengevaluasi perkembangan intelektual, pendidikan, dan pribadi mereka. Dan bantu mereka merencanakan perbaikan dan pengembangan di masa depan.

“Pada saat liburan, para santri juga dapat mengembangkan keterampilan di luar bidang ilmu agama, seperti seni, olah raga atau kegiatan lainnya yang tidak bisa terlalu mereka perhatikan ketika belajar di pesantren,” jelasnya.

Meski demikian, ia berpesan kepada para orang tua untuk membimbing anak-anaknya agar memanfaatkan waktu liburan dengan positif.

Orang tua hendaknya memantau dan memastikan bahwa anak-anaknya mampu menerapkan ilmu yang diperoleh di pesantren dalam aktivitas sehari-hari di rumah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *